Tuesday, May 10, 2011

Peranan Sektor Luar Negeri Terhadap Indonesia

Peranan Sektor Luar Negri Terhadap Indonesia
PERANAN SEKTOR LUAR NEGRI
A. IMF (International Monetary Fund)
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara.
Dari negara-negara anggota PBB, yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea Utara, Kuba, Liechtenstein, Andorra, Monako, Tuvalu dan Nauru.
Lembaga ini berawal ketika PBB mensponsori Konferensi Keuangan dan Moneter di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tanggal 22 Juli, 1944. Artikel tentang Perjanjian IMF berlaku mulai 27 Desember 1945, dan organisasi IMF terbentuk pada bulan Mei 1946, sebagai bagian dari rencana rekonstruksi pasca Perang Dunia II dan memulai operasi finansial pada 1 Maret 1947.
Lembaga ini, bersama Bank untuk Penyelesaian Internasional dan Bank Dunia, sering pula disebut sebagai institusi Bretton Woods. Ketiga institusi ini menentukan kebijakan moneter yang diikuti oleh hampir semua negara-negara yang memiliki ekonomi pasar. Sebuah negara yang menginginkan pinjaman dari IMF, keistimewaan BIS serta pinjaman pembangunan Bank Dunia, harus menyetujui syarat-syarat yang ditentukan oleh ketiga institusi ini.
IMF adalah lembaga pemberi pinjaman terbesar kepada Indonesia. Lembaga internasional ini beranggotakan 182 negara. Kantor pusatnya terletak di Washington. Misi lembaga ini adalah mengupayakan stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan keuangan temporer, guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran. Sebuah negara akan meminta dana kepada IMF ketika sedang dilanda kiris ekonomi. Pinjaman tersebut terkait erat dengan berbagai persyaratan, yang disebut kondisionalitas. Mata uang IMF adalah SDR — Special Drawing Rights. Mulai 20 Agustus 1998, 1 SDR = US$ 1,33.
IMF dijuluki ‘organisasi internasional paling berkuasa di abad 20, yang sangat besar pengaruhnya bagi kesejahteraan sebagian besar penduduk bumi’. Ada pula yang mengolok-olok IMF sebagai singkatan dari ‘institute of misery and famine’ (lembaga kesengsaraan dan kelaparan). Sebagaimana halnya Bank Dunia, lembaga ini dibentuk sebagai hasil kesepakatan Bretton Woods setelah Perang Dunia II. Menurut pencetusnya, Keynes dan Dexter White, tujuannya adalah ‘menciptakan lembaga demokratis yang menggantikan kekuasaan para bankir dan pemilik modal internasional’ yang bertanggung jawab terhadap resesi ekonomi pada dekade 1930-an. Akan tetapi peran itu sekarang berbalik 180 derajat, setelah IMF dan Bank Dunia menerapkan model ekonomi neo-liberal yang menguntungkan para pemberi pinjaman, bankir swasta dan investor internasional. Lembaga keuangan tersebut dikecam sebagai tak lebih dari perpanjangan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
IMF diserang kritik
Selama bertahun-tahun IMF dikecam karena meningkatkan kemiskinan dan ketidakstabilan. Laporan-laporan terbaru dari Kongres AS dan Parlemen Inggris juga memberikan kecaman pedas terhadap tindakan-tindakan IMF. Kepala ahli Ekonomi Bank Dunia, Joseph Stiglitz, sangat mengecam IMF atas perannya dalam krisis Asia. Di Indonesia, IMF dituding sebagai biang keladi kepanikan yang berbuntut pada krisis keuangan, setelah ia memaksa penutupan 16 bank dan membuat kesepakatan restrukturisasi besar-besaran yang mengakibatkan investor panik. Kendati sejak musim gugur 1999 IMF menempuh langkah pengurangan kemiskinan sebagai sasaran utama, masih perlu dicermati seberapa kuat daya penyembuhnya.
Menurut laporan staf IMF sendiri: “Sering didapati bahwa program-program (IMF) diikuti oleh meningkatnya inflasi dan anjloknya tingkat pertumbuhan” (Khan 1990). Institut Pembangunan Luar Negeri (ODI) Inggris menyimpulkan bahwa program-program IMF mengandung ‘pengaruh terbatas kepada pertumbuhan ekonomi,’ ‘mengurangi pendapatan riil’, ‘gagal memicu arus modal masuk,’ ‘tidak begitu berdampak terhadap angka inflasi’, ‘memangkas tingkat investasi’, ‘berbiaya sosial besar,’ ‘menciptakan destabilisasi politik.’
Bagaimana pinjaman berlaku
Ada beberapa macam pinjaman;
SBA – standby arrangements: pinjaman jangka pendek 1-2 tahun
EFF – extended fund facility: pinjaman jangka menengah 3 tahun dengan peninjauan sasaran setiap tahun.
SAF – structural adjustment facility: pinjaman jangka menengah dengan konsesi tertentu selama tiga tahun bagi negara-negara berpendapatan rendah.
ESAF – enhanced structural adjustment fund: mirip SAF, tapi berbeda cakupan dan rentang persyaratannya.
Amerika Serikat mengontrol pembuatan keputusan di IMF melalui hak votingnya, sesuai dengan besarnya hak suara yang dimiliki yakni 17.81%. Angka tersebut cukup memberinya hak untuk memveto kebijakan IMF. Selain AS, tidak ada negara yang mempunyai lebih dari 6% hak suara dan mayoritas negara anggota mempunyai kurang dari 1%. Pinjaman IMF dianggap sebagai sesuatu yang ‘keramat’; yang tidak bisa dilalaikan oleh suatu negara.
Persyaratan – obat IMF
Nota Kesepakatan atau Letter of Intent (LoI) adalah dokumen yang menetapkan apa yang harus dilakukan oleh sebuah negara agar bisa memperoleh pinjaman IMF. LoI didahului dengan negosiasi antara kementerian keuangan negara yang bersangkutan dan IMF. Dokumen tersebut biasanya ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan kepala bank sentral. LoI memuat kebijakan-kebijakan berskala besar yang harus diimplementasikan oleh pemerintah. Tidak jarang, LoI sangat jauh jangkauannya. Unsur-unsurnya sering mencakup, antara lain: sasaran anggaran berimbang, sasaran-sasaran pengadaan uang dan inflasi, kebijakan nilai tukar uang, keseimbangan perdagangan dan kebijakan perdagangan, reformasi hukum perburuhan, reformasi struktur PNS, privatisasi, dan perubahan perundang-undangan. Kadang-kadang Memorandum tambahan disertakan pada LoI.
IMF menambahkan syarat-syarat pada pinjamannya. Dalam jangka pendek, umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan berikut:
devaluasi nilai tukar uang, unifikasi dan peniadaan kontrol uang; liberalisasi harga: peniadaan subsidi dan kontrol; pengetatan anggaran.
Dalam jangka panjang, umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan berikut:
liberalisasi perdagangan: mengurangi dan meniadakan kuota impor dan tarif;deregulasi sektor perbankan sebagai ‘program penyesuaian sektor keuangan’;privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara;privatisasi lahan pertanian, mendorong agribisnis;reformasi pajak: memperkenalkan/meningkatkan pajak tak langsung;
‘mengelola kemiskinan’ melalui penciptaan sasaran dana-dana sosial’pemerintahan yang baik’.
Kesepakatan terbaru antara Pemerintah Indonesia dan IMF
Pada 4 Februari 2000, IMF menyetujui pemberian pinjaman — jenis EFF — berjangka waktu tiga tahun sebesar SDR 3,638 milyar (sekitar US$5 milyar) untuk mendukung program reformasi ekonomi dan struktural Indonesia. Dari jumlah tersebut, SDR 260 juta (sekitar US$49 juta) diberikan pada hari itu juga dan sisanya akan diberikan setelah dilakukan peninjauan kinerja sasaran dan program pada periode berikutnya
Kesepakatan Pinjaman Pasca-krisis
Tabel berikut ini menunjukkan tiga kesepakatan terakhir IMF dengan Pemerintah Indonesia. Jumlah pinjaman sesungguhnya lebih kecil daripada jumlah yang disetujui — yakni Pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya menerima total dana yang disediakan.
Konsultasi dengan masyarakat sipil, LSM dan Aktivis
IMF mengatakan bahwa sulit menerima masukan dari masyarakat sipil mengenai pinjaman karena kendala waktu. Tapi, LSM bisa mendesak untuk bertemu dengan para utusan misi IMF. Jika mereka menolak, mereka bisa diadukan kepada para petinggi IMF dan pers. LSM juga bisa menyoroti sasaran/kebijakan yang belum diimplementasikan, kebijakan-kebijakan yang bermasalah dan menyarankan kebijakan yang dapat disisipkan. Pinjaman terbaru dari IMF akan berlaku hingga 31 Desember 2002, tetapi sewaktu-waktu dapat ditunda bila sasaran tidak tercapai.
B. ADB (Asian Development Bank)
Bank Pembangunan Asia (ADB) adalah Bank Pembangunan Daerah didirikan pada tanggal 22 Agustus 1966 untuk memfasilitasi perkembangan ekonomi negara di Asia. Bank mengakui anggota PBB Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP, sebelumnya dikenal sebagai Komisi Ekonomi PBB untuk Asia dan Timur Jauh) dan non-regional negara-negara maju . Dari 31 anggota pada pendiriannya, ADB kini memiliki 67 anggota - yang 48 berasal dari di Asia dan Pasifik dan 19 luar. ADB dimodelkan erat pada Bank Dunia , dan memiliki sistem suara tertimbang serupa di mana suara didistribusikan secara proporsional dengan modal langganan's anggota. Saat ini, baik Amerika Serikat dan Jepang memiliki 552.210 saham, proporsi terbesar 12,756% saham di masing-masing.
ORGANISASI
Badan tertinggi yang membuat kebijakan bank adalah Dewan Gubernur terdiri dari satu wakil dari setiap negara anggota. Dewan Gubernur, pada gilirannya, memilih di antara mereka sendiri dari 12 anggota Dewan Direksi dan wakil mereka. Delapan dari 12 anggota yang berasal dari regional (Asia-Pasifik) orang anggota, sedangkan yang lain berasal dari anggota non-regional.
Dewan Gubernur juga memilih bank Presiden yang adalah ketua Dewan Direksi dan mengelola ADB. Presiden memiliki jabatan berlangsung lima tahun, dan dapat dipilih kembali. Secara tradisional, dan karena Jepang merupakan salah satu pemegang saham terbesar bank, Presiden selalu Jepang. Presiden saat ini adalah Haruhiko Kuroda, yang menggantikan Tadao Chino pada tahun 2005.
Kantor pusat bank berada pada 6 ADB Avenue, Mandaluyong City , Metro Manila , Filipina , dan memiliki kantor perwakilan di seluruh dunia.Bank ini mempekerjakan sekitar 2.400 orang, yang berasal dari 55 dari 67 negara anggotanya, dan dengan lebih dari separuh dari staf yangFilipina .
SEJARAH
1962-1972
ADB pada awalnya dipahami oleh beberapa orang Jepang berpengaruh yang merumuskan "rencana pribadi" untuk sebuah bank pembangunan daerah pada tahun 1962, yang kemudian disahkan oleh pemerintah. Jepang merasa bahwa bunga di Asia tidak dilayani oleh Bank Dunia dan ingin mendirikan sebuah bank di mana Jepang secara institusional diuntungkan. Setelah ADB didirikan pada tahun 1966, Jepang mengambil posisi terkemuka di bank, tetapi menerima presiden dan beberapa "posisi cadangan" lainnya penting seperti direktur departemen administrasi.Pada akhir 1972, Jepang memberikan kontribusi $ 173.700.000 (22,6% dari total) terhadap sumber daya modal biasa dan $ 122.600.000 (59,6% dari total) untuk dana khusus. Sebaliknya, Amerika Serikat menyumbang hanya $ 1.25 juta untuk dana khusus.
ADB melayani kepentingan ekonomi di Jepang karena sebagian besar pinjamannya pergi ke Indonesia , Thailand , Malaysia , Korea Selatandan Filipina , negara-negara dengan mana Jepang memiliki hubungan perdagangan yang penting; bangsa ini menyumbang 78,48% dari total pinjaman ADB 1967-1972. Selain itu, Jepang menerima manfaat nyata, 41,67% dari total pengadaan 1967-1976. Jepang terikat kontribusi dana khusus untuk sektor disukai dan daerah dan pengadaan barang dan jasa, sebagaimana tercermin dalam sumbangan yang $ 100 juta untuk Dana Khusus Pertanian pada bulan April 1968.
Takeshi Watanabe menjabat sebagai presiden pertama ADB 1966-1972.
1972-1986
saham Jepang kontribusi kumulatif meningkat dari 30,4 persen pada tahun 1972-35,5 persen pada 1981 dan 41,9 persen pada tahun 1986. Selain itu, Jepang adalah sumber penting dari pinjaman ADB, 29,4 persen (dari $ 6,729.1 juta) pada 1973-1986, dibandingkan dengan 45,1 persen dari Eropa dan 12,9 persen dari Amerika Serikat. presiden Jepang Inoue Shiro (1972-1976) dan Yoshida Taroichi (1976-1981) mengambil sorotan. Masao Fujioka, presiden keempat (1981-1990), mengadopsi gaya kepemimpinan yang tegas. Ia mengumumkan rencana ambisius untuk memperluas ADB menjadi agen pembangunan yang berdampak tinggi. rencana-Nya dan filsafat perbankan menyebabkan meningkatnya gesekan dengan direktur AS, dengan kritik terbuka dari Amerika pada pertemuan tahunan 1985.
Selama periode ini ada dasi kelembagaan yang kuat paralel antara ADB dan Departemen Keuangan Jepang, khususnya Biro Keuangan Internasional (IFB).
Sejak 1986
berbagi Its kontribusi kumulatif meningkat dari 41,9 persen pada 1986-50,0 persen pada tahun 1993. Selain itu, Jepang telah menjadi pemberi pinjaman penting untuk ADB, 30,4 persen dari total di 1987-1993, dibandingkan dengan 39,8 persen dari Eropa dan 11,7 persen dari Amerika Serikat. Namun berbeda dengan periode sebelumnya, Jepang telah menjadi lebih tegas sejak pertengahan tahun 1980-an. rencana Jepang adalah untuk menggunakan ADB sebagai wadah bagi daur ulang surplus modal yang besar dan "katalis" untuk menarik modal swasta Jepang ke wilayah tersebut. Setelah 1985 Plaza Accord , produsen Jepang didorong oleh yen tinggi untuk pindah ke Asia Tenggara. ADB memainkan peran dalam menyalurkan modal swasta Jepang untuk Asia dengan meningkatkan infrastruktur setempat. ADB juga berkomitmen untuk meningkatkan kredit untuk isu-isu sosial seperti pendidikan, kesehatan dan penduduk, pembangunan perkotaan dan lingkungan, sampai 40 persen dari total pinjaman dari sekitar 30 persen pada saat itu.
Pemberian Kredit
ADB menawarkan "keras" pinjaman dari sumber daya modal biasa (OCR) dengan persyaratan komersial, dan Asian Development Fund (ADF) yang berafiliasi dengan ADB meluas "lunak" pinjaman dari sumber dana khusus dengan kondisi konsesi. Untuk OCR, anggota berlangganan modal, termasuk elemen disetor dan callable, 50 persen disetor rasio untuk berlangganan awal, 5 persen untuk Umum Ketiga Penambahan Modal (GCI) pada tahun 1983 dan 2 persen untuk Modal Keempat Umum Kenaikan 1994. ADB meminjam dari pasar modal internasional dengan modal sebagai jaminan.
Pada tahun 2009, ADB diperoleh anggota-kontribusi untuk perusahaan Kelima Umum Penambahan Modal 200%, sebagai tanggapan terhadap panggilan dari G20 pemimpin untuk meningkatkan sumber daya bank-bank pembangunan multilateral sehingga dapat mendukung pertumbuhan di negara-negara berkembang di tengah krisis keuangan global. Untuk 2010 2011, dan sebuah% 200 GCI memungkinkan pinjaman sebesar $ 12,5-13,0 miliar pada tahun 2010 dan sekitar $ 11,0 miliar pada 2011. Dengan kenaikan ini, ini modal dasar bank telah tiga kali lipat dari $ 55 miliar $ 165000000000.
Proyek Terkenal dan Bantuan Teknis
§ Afghanistan Diaspora Proyek
§ Pendanaan Utah State University menyebabkan proyek-proyek untuk membawa keterampilan tenaga kerja di Thailand [ rujukan? ]
§ Gempa dan Tsunami Proyek Dukungan Darurat di Indonesia
§ Greater Mekong Subregional Program [6]
§ ROC Ping Offshore Hu Minyak dan Gas Bumi Pengembangan
§ Kemitraan Strategis Sektor Swasta untuk Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan di Filipina
§ Gas Trans-Afganistan Pipeline Penilaian Kelayakan
§ Pinjaman sebesar $ 1,2 milyar untuk jaminan keluar dari krisis ekonomi yang akan datang di Pakistan dan pergi pendanaan bagi negara-negara berkembang kebutuhan energi, khususnya proyek-proyek Hydro-power [7]
§ Mikro membiayai dukungan bagi perusahaan-perusahaan swasta, dalam hubungannya dengan pemerintah, termasuk Pakistan dan India .
§ The Yichang-Wanzhou Kereta Api proyek di daerah pegunungan barat Hubei Provinsi dan utara-timur Chongqing Kota, Cina. (A $ 500.000 pinjaman AS, yang disetujui pada tahun 2003.) [8]
EFEKTIVITAS
Mengingat volume pinjaman tahunan ADB, pengembalian atas investasi dalam pelajaran pembelajaran untuk dampak operasional dan perkembangan yang cenderung tinggi dan memaksimalkan itu merupakan keprihatinan yang sah. Semua proyek yang didanai oleh ADB dievaluasi untuk mencari tahu apa hasil yang dicapai, perbaikan apa yang harus dipertimbangkan, dan apa yang sedang dipelajari.
Ada dua jenis evaluasi: independen dan evaluasi diri. Evaluasi-diri dilakukan oleh unit yang bertanggung jawab untuk merancang dan melaksanakan strategi negara, program, proyek, atau kegiatan bantuan teknis. Ini terdiri dari beberapa alat, termasuk proyek / laporan kinerja program, laporan review ujian tengah semester, bantuan teknis atau laporan proyek program / penyelesaian, dan review portofolio negara. Semua proyek diri dievaluasi oleh unit terkait dalam laporan penyelesaian proyek. proyek ADB penyelesaian laporan secara terbuka diungkapkan di situs internet ADB. Klien pemerintah juga diminta untuk menyiapkan laporan penyelesaian proyek mereka sendiri.
Evaluasi Independen adalah blok pondasi belajar organisasi: adalah penting untuk mentransfer jumlah peningkatan pengetahuan yang relevan dan berkualitas tinggi dari pengalaman ke tangan pembuat kebijakan, perancang, dan pelaksana. ADB Departemen Evaluasi Operasi (OED) melakukan penilaian sistematis dan tidak memihak kebijakan, strategi, program negara, dan proyek, termasuk rancangan, implementasi, hasil, dan bisnis yang terkait proses untuk menentukan relevansi, efektivitas, efisiensi, dan keberlanjutan mengikuti metode yang ditentukan dan pedoman,. Hal ini juga memvalidasi evaluasi diri. Dengan proses evaluasi, ADB menunjukkan tiga unsur dari pemerintahan yang baik : (i) akuntabilitas, dengan menilai efektivitas operasi-operasi ADB, (ii) transparansi, oleh independen meninjau operasi dan publik pelaporan temuan dan rekomendasi, dan (iii) peningkatan kinerja, dengan membantu ADB dan klien belajar dari pengalaman masa lalu untuk meningkatkan operasi yang sedang berlangsung dan masa depan.
Operasi evaluasi telah berubah dari awal evaluasi di ADB pada tahun 1978. Pada awalnya, fokusnya adalah pada menilai setelah selesai sejauh mana proyek telah mencapai manfaat yang diharapkan ekonomi dan sosial. Evaluasi Operasi sekarang bentuk pengambilan keputusan sepanjang siklus proyek dan dalam ADB sebagai keseluruhan. Sejak berdirinya kemerdekaan pada tahun 2004, OED laporan langsung kepada ADB Dewan Direksi melalui Dewan Komite Efektivitas Pembangunan. Perilaku otonomi, menghindari konflik kepentingan, isolasi dari pengaruh eksternal, dan kemandirian organisasi telah membuat evaluasi yang didedikasikan alat-diatur oleh prinsip-prinsip kegunaan, kredibilitas, transparansi, dan kemerdekaan-untuk akuntabilitas yang lebih besar dan bekerja membuat bantuan pembangunan yang lebih baik. Independen Evaluasi di Bank Pembangunan Asia menyajikan perspektif evaluasi di ADB dari awal dan terlihat masa depan di mana manajemen pengetahuan memainkan peran yang semakin penting.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi perubahan besar dalam sifat program kerja OED dari suatu dominasi evaluasi proyek-proyek individu untuk satu berfokus pada studi strategis yang lebih luas dan banyak lagi. Untuk memilih topik prioritas untuk studi evaluasi, OED mencari masukan dari Komite Efektivitas Pembangunan, Manajemen ADB, dan kepala departemen ADB dan kantor. Para menyodorkan saat ini adalah untuk: (i) meningkatkan kualitas evaluasi dengan menggunakan metodologi yang lebih kuat; (iii) memberikan prioritas kepada negara / evaluasi sektor bantuan program, (iv) meningkatkan jumlah evaluasi bersama, (v) memvalidasi evaluasi diri untuk memperpendek siklus belajar; (vi) melakukan evaluasi dampak yang lebih ketat, (vii) mengembangkan kapasitas evaluasi, baik dalam ADB dan DMC, (viii) meningkatkan kinerja portofolio, (ix) mengevaluasi proses bisnis, dan (x) menyebarluaskan temuan dan rekomendasi dan menjamin penggunaan mereka. program kerja OED juga telah ditafsirkan kembali menekankan pembelajaran organisasi dalam arsitektur hasil lebih jelas dan hasil kerangka kerja. Ini mengandung (i) melakukan evaluasi dan menyebarluaskan strategis (dalam konsultasi dengan pemangku kepentingan), (ii) indikator kinerja harmonisasi dan metodologi evaluasi, dan (iii) pengembangan kapasitas dalam evaluasi dan berpikir evaluatif. evaluasi Semua studi secara terbuka diungkapkan di situs internet OED (beberapa evaluasi operasi sektor swasta dihapus untuk melindungi rahasia informasi komersial). evaluasi sumber daya's OED ditampilkan berdasarkan jenis sumber daya, topik, wilayah dan negara, dan tanggal. Pembelajaran juga berkumpul dalam sebuah Sistem Informasi Evaluasi online menawarkan database pelajaran, rekomendasi, dan Manajemen ADB tanggapan ini. Rincian evaluasi berkelanjutan dan update tentang kemajuan mereka kepada publik juga.
Awal 2006, bertindak dalam kerangka manajemen pengetahuan ADB, OED telah menerapkan manajemen pengetahuan untuk pelajaran pembelajaran, menggunakan metrik kinerja pengetahuan. Proses Pembelajaran di ADB menetapkan kerangka kerja strategis untuk manajemen pengetahuan dalam evaluasi operasi. Perbaikan telah dibuat bahwa janji terus tidak hanya di OED tetapi, yang lebih penting, vis-à-vis interface dengan departemen lain dan kantor di ADB, negara-negara berkembang anggota, dan komunitas evaluasi internasional. Dalam jangka menengah, OED akan terus meningkatkan budaya organisasi, sistem manajemen, proses bisnis, solusi teknologi informasi, komunitas praktek, dan hubungan eksternal dan jaringan untuk pelajaran pembelajaran. Diantara produk pengetahuan baru dan layanan yang dikembangkan, Belajar Curves sangat berguna, paged cepat referensi-dua dirancang untuk pakan temuan dan rekomendasi dari evaluasi yang lebih luas klien Evaluasi News melaporkan peristiwa di monitoring dan evaluasi. Evaluasi Presentasi menawarkan menampilkan foto atau Powerpoint pendek pada topik evaluasi. Audit Arsitektur Pelajaranmenyoroti kontribusi bahwa audit pengetahuan dapat membuat pembelajaran organisasi dan kesehatan organisasi.
Dari 1.106 proyek yang didanai ADB dievaluasi dan diperingkat sejauh ini (per Desember 2007), 65% dinilai sukses, 27% sebagian berhasil dan 8% tidak berhasil.
KRITIK
Sejak's dini hari ADB, kritikus telah menuduh bahwa dua donor utama, Jepang dan Amerika Serikat , memiliki dampak luas terhadap pinjaman, kebijakan dan keputusan kepegawaian.
Oxfam Australia telah mengkritik Bank Pembangunan Asia ketidakpekaan kepada masyarakat lokal. "Operasi di a dan internasional tingkat global, bank-bank tersebut dapat merusak hak asasi manusia itu orang melalui proyek-proyek yang memiliki hasil merugikan untuk dan memarjinalkan masyarakat miskin." Bank juga menerima kritik dari Program Lingkungan PBB , menyatakan dalam laporannya bahwa " banyak pertumbuhan telah dilewati lebih dari 70 persen penduduk pedesaan, banyak di antaranya yang langsung tergantung pada sumber daya alam untuk mata pencaharian dan pendapatan ".
Ada kritik bahwa proyek-proyek ADB skala besar menyebabkan kerusakan sosial dan lingkungan karena kurangnya pengawasan. Salah satu proyek kontroversial terkait ADB-paling Thailand 's Mae Moh menembakkan listrik stasiun-batubara . Lingkungan dan aktivis hak asasi manusia mengatakan lingkungan pengamanan kebijakan ADB serta kebijakan untuk masyarakat adat dan pemindahan paksa , sementara biasanya sampai standar internasional di atas kertas, sering diabaikan dalam praktek, terlalu jelas atau lemah untuk menjadi efektif, atau hanya tidak diberlakukan oleh pejabat bank.
Bank telah dikritik atas perannya dan relevansi dalam krisis pangan . ADB telah dituduh oleh masyarakat sipil mengabaikan peringatan menjelang krisis dan juga berkontribusi untuk itu dengan kondisi pinjaman yang mendorong banyak yang mengatakan tidak adil tekanan pemerintah untuk deregulasi dan swastanisasi pertanian , yang mengarah ke masalah-masalah seperti kekurangan pasokan beras di Asia Tenggara . [29]
Bank juga telah dikritik oleh Perang Vietnam veteran untuk pendanaan proyek-proyek di Laos, karena Amerika Serikat 15% saham 'di bank, ditanggung oleh pajak. [30] Laos menjadi komunis negara setelah AS menarik diri dari Vietnam, dan Perang Saudara Laos dimenangkan oleh Pathet Lao , yang secara luas dipahami telah didukung oleh Angkatan Darat Vietnam Utara .
Pada tahun 2009, bank mengesahkan strategi pendanaan 2,9 miliar $ untuk proyek-proyek yang diusulkan di India . Proyek-proyek dalam strategi ini hanya indikatif dan masih perlu lebih lanjut disetujui oleh dewan bank direksi, namun, RRC Jurubicara Kementerian Luar Negeri Qin Gang menyatakan, "Bank Pembangunan Asia, terlepas dari keprihatinan utama dari Cina, menyetujui Country India Strategi Kemitraan yang melibatkan sengketa teritorial antara China dan India menyatakan. Cina ketidakpuasan yang kuat selama ini .... bank bergerak tidak hanya serius tarnishes namanya sendiri, tetapi juga merusak kepentingan anggotanya. "
ANGGOTA:
ADB mempunyai 67 anggota (per 2 Februari 2007). Nama adalah sebagai diakui oleh ADB.
Tahun setelah nama anggota menunjukkan tahun keanggotaan. Pemegang saham terbesar ADB adalah Jepang dan Amerika Serikat, masing-masing% 15,57 memegang saham. Pada saat itu negara berhenti menjadi anggota, Bank akan mengatur pembelian kembali itu negara saham tersebut oleh Bank sebagai bagian dari penyelesaian piutang dengan negara tersebut sesuai dengan ketentuan ayat 3 dan 4 Pasal ini.
Republik China (Taiwan) awalnya bergabung sebagai "Cina" sebagai anggota pendiri yang mewakili seluruh Cina. Namun, saham modal Bank didasarkan pada ukuran modal Taiwan, tidak seperti Bank Dunia dan IMF di mana pemerintah di Taiwan telah memiliki saham yang mewakili seluruh China sebelum Republik Rakyat Cina bergabung dan mengambil Republik China kursi. Pada tahun 1986, sebuah kompromi dilakukan ketika Republik Rakyat Cina bergabung dengan lembaga tersebut. ROC diizinkan untuk mempertahankan keanggotaannya, tetapi dengan nama Taipei, Cina - nama itu protes. Uniknya, hal ini memungkinkan kedua sisi Selat Taiwan untuk diwakili di institusi tersebut.
C. IGGI (Intergoverment Group on Indonesia
Kelompok Antar pemerintah bagi Indonesia
Kelompok Antarpemerintah bagi Indonesia (bahasa Inggris: Intergovernmental Group on Indonesia; disingkat IGGI; dulunya disebut Consultative Group on Indonesia atau CGI) adalah sebuah kelompok internasional yang didirikan pada tahun 1967 oleh Belanda untuk mengkoordinasikan dana bantuan multilateral kepada Indonesia.
Selain Belanda, anggota lain IGGI adalah Bank Pembangunan Asia, Dana Moneter Internasional, UNDP, Bank Dunia, Australia, Belgia, Britania Raya, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang,Selandia Baru, Swiss dan Amerika Serikat.
IGGI mengadakan pertemuan pertamanya pada 20 Februari 1967 di Amsterdam. Indonesia saat itu diwakili Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dari 1967 hingga 1974, IGGI mengadakan dua kali pertemuan setiap tahunnya, namun sejak 1975, pertemuan hanya diadakan sekali dalam setahun karena perkembangan ekonomi Indonesia yang membaik. Bantuan awal IGGI adalah dalam penyusunan program rencana lima tahun Indonesia, Repelita I (1969-1973) dan pendanaan 60% darinya.
Pada Maret 1992, pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa dana bantuan IGGI akan ditolak jika organisasi tersebut masih diketuai Belanda. IGGI kemudianpun digantikan Consultative Group on Indonesia (CGI). Keputusan ini juga terjadi setelah Ketua IGGI, Jan Pronk, mengecam tindakan Indonesia terhadap pembunuhan para pengunjuk rasa di Timor Timur pada tahun 1991.
Usaha untuk membentuk IGGI tersebut mulai dilakukan pada bulan September 1966 dalam pertemuan antara 12 negara kreditor yang dilaksanakan di Tokyo untuk mengetahui rencana Indonesia dalam memperbaiki keadaan ekonomi dan evaluasi IMF akan rencana tersebut. Dalam forum ini, Indonesia berhasil menggalang dukungan dan menegosiasikan utangnya kepada para kreditur dalam forum Paris Club dan dirasakan perlunya forum antar pemerintah untuk membantu pembangunan di Indonesia, baik berupa dana maupun pemikiran. Kesepakatan untuk membentuk sebuah forum formal dalam rangka membantu perekonomian Indonesia dicapai pada pertemuan ini. Hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah keberhasilan diplomasi pembangunan waktu itu. Pada tanggal 20 Februari 1967, IGGI dibentuk melalui pertemuan formal di Amsterdam yang dihadiri oleh sejumlah negara kreditor utama dan lembaga Internasional.
Sejak pendiriannya pada tahun 1967, IGGI memainkan peran yang krusial dalam mengatur tanggapan komunitas keuangan internasional terhadap krisis finansial yang dihadapi Indonesia. IGGI menrupakan forum Internasional yang menjadi perantara koordinasi antara Indonesia dan bank – bank Internasional dalam hal ide – ide pembangunan dan program bantuan keuangan.
Diplomasi pembangunan Indonesia pada masa awal Orde Baru tersebut dapat dikatakan berhasil dalam memperoleh bantuan luar negeri. Hal ini sesuai dengan tujuan dari diplomasi ekonomi, yaitu mengamankan resources ekonomi yang berasal dari luar negeri untuk pembangunan ekonomi luar negeri. Dalam hal ini, resources ekonomi utama yang berusaha diamankan adalah bantuan luar negeri yang berasal dari negara – negara maju.
Namun, jika kita lihat kembali kondisi dunia pada masa terbentuknya IGGI, maka dapat kita lihat kepentingan para negara kreditor tersebut dalam terbentuknya IGGI. Penulis setuju dengan pendapat Zainuddin Djafar dalam Rethinking the Indonesian Crisis, yaitu adanya kepentingan negara Barat untuk membendung pengaruh komunisme. Seperti yang kita tahu, pada masa itu, dunia sedang berada dalam era Perang Dingin. Pembentukan IGGI ini dapat kita anggap sebagai pelaksanaan dari teori containment untuk mencegah Indonesia kembali memihak blok Timur seperti pada masa Demokrasi Terpimpin. Indonesia dinilai sebagai sebuah negara yang sangat strategis dalam pelaksanaan teori containment ini karena merupakan negara Asia Tenggara yang cukup terkemuka. Karena itu, penanaman pengaruh blok Barat pada Indonesia dinilai sangat penting untuk menjaga dan meningkatkan pengaruh blok Barat di kawasan Asia Tenggara.
Masuknya bantuan luar negeri tersebut juga bertujuan untuk mengendalikan berbagai kebijakan dalam negeri Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengamankan kepentingan para negara kreditor tersebut di Indonesia, terutama kepentingan ekonomi. Sesuai dengan perspektif realis yang menyatakan bahwa pemberian bantuan luar negeri pada dasarnya dilakukan atas dasar kepentingan negara pemberi bantuan tersebut. Selalu ada kepentingan yang melatarbelakangi pemberian bantuan. Sebagai contoh yang sangat jelas, dalam sebuah wawancara yang dilakukan John Spilger terhadap Nicholas Stern sebagai pimpinan ekonom Bank Dunia, terungkap bahwa meskipun World Bank dan negara kreditor memberi pinjaman 100%, namun sebenarnya sebagian besar uang tersebut digunakan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi negara kreditor dan hanya sekitar separuh uang pinjaman tersebut yang benar-benar masuk ke negara miskin tersebut.
Pemberian bantuan dengan tujuan seperti ini membuat Indonesia terjebak dalam kondisi dependensi. Indonesia menjadi sangat tergantung dengan bantuan asing tersebut, yang terlihat dari dimasukkannya hutang luar negeri dalam daftar sumber dana APBN. Ketergantungan terhadap sumber pendanaan asing ini memungkinkan intervensi pihak asing terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Dengan begitu, lewat bantuan luar negeri, maka negara – negara Barat dapat mengontrol kehidupan politik dan ekonomi dalam negeri. Hal ini terlihat dari penguasaan pihak asing terhadap sumber daya alam di Indonesia, kemudahan masuknya barang impor dari negara – negara Barat, dan berbagai kebijakan Pemerintah yang selalu memihak terhadap perusahaan asing jika terjadi konflik antara buruh lokal dan perusahaan asing tersebut. Indonesia dalam hal ini berada dalam posisi sebagai negara perifer yang selalu bergantung pada negara – negara sentral. Indonesia diposisikan sebagai pemasok tenaga kerja yang murah serta bahan mentah dalam pembagian kerja global tersebut.
Kondisi dependensia ini menjadi sebuah ”bom waktu” bagi Indonesia. Terbukti, setelah Perang Dingin berakhir dan nilai strategis Indonesia dalam teori containment hilang, maka berbagai akses terhadap sumber pendanaan luar negeri tersebut menjadi sulit. Stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri menjadi terganggu dan akhirnya berpuncak pada terjadinya Krisis Moneter tahun 1998. Pihak asing pun telah menguasai banyak sumber daya strategis dalam negeri melalui berbagai perusahaan multinasional.
Meski begitu, di luar berbagai efek negatif yang disebabkan oleh bantuan luar negeri yang masuk ke Indonesia, terbentuknya IGGI tetap dapat dilihat sebagai keberhasilan diplomasi pembangunan pertama Indonesia, karena merupakan bentuk kepercayaan luar negeri yang dilembagakan.
Sebagai kesimpulan, pergantian rezim membawa perubahan pada orientasi politik Indonesia dari politik revolusioner menjadi pembangunan kembali ekonomi dalam negeri dan pemulihan hubungan dengan negara-negara luar. Terbentuknya IGGI merupakan hasil dari diplomasi pembangunan pertama Indonesia. Bantuan luar negeri yang diterima dari IGGI tersebut membawa Indonesia pada kondisi dependensia atau ketergantungan terhadap pendanaan luar negeri tersebut dan ketidakmandirian dalm penentuan kebijakan dalam negeri. Meski begitu, pembentukan IGGI ini tetap dapat dilihat sebagai keberhasilan pertama dari diplomasi pembangunan dalam mencapai sasarannya, yaitu mendapatkan mendapatkan bantuan luar negeri untuk membiayai pembangunan ekonomi di Indonesia.
Hubungan Akrab
Hubungan Belanda–Indonesia semakin akrab. Pada tahun 1970, Presiden Soeharto melakukan kunjungan kenegaraan ke Belanda. Dan pada tahun berikutnya, Ratu Juliana, melakukan kunjungan balasan ke Indonesia. Sementara itu, makin banyak kalangan di Belanda mengikuti perkembangan di Indonesia dengan kritis. Korupsi meraja lela. Pelanggaran hak azasi manusia makin menjadi-jadi. Masyarakat internasional mulai mempertanyakan legalitas penahanan orang-orang yang dicap sebagai anggota PKI di Pulau Buru.
Pada tahun 1979, atas desakan dunia internasional, pemerintah Orde Baru mengembalikan para tahanan politik (tapol) ke daerah asal mereka, dan secara bertahap membebaskannya.
Pelanggaran HAM
Di luar negeri, suara kritis terhadap pelanggaran HAM di Indonesia makin gencar.Operasi Pembunuhan Misterius (Petrus) pada tahun 1980-an membuat kecaman makin gencar. Ketika Belanda mengecam keras peristiwa penembakan terhadap para demonstran di kompleks pemakaman Santa Cruz Dilli, 12 November 1991, pada bulan Maret 1992 Jendral Soeharto memutuskan membubarkan IGGI.

Sumber:
http://yudhitc.wordpress.com/2007/06/25/122/
http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/hubungan-belanda%E2%80%93indonesia-periode-iggi-1967-%E2%80%93-1992
http://blackswan313.wordpress.com/2009/07/14/iggi-sebuah-keberhasilan-diplomasi-dan-jebakan-dependensi/

Sunday, April 3, 2011

Pemerataan pembanguna indonesia timur

1. D. Pemerataan Pembangunan - Indonesia Timur

Pembangunan ekonomi nasional perlu mengedepankan aspek pemerataan dan tidak hanya fokus pada mengejar target pertumbuhan ekonomi (agregat). Tentunya, ketika pemerataan pembangunan ekonomi dapat dilakukan, maka sejumlah persoalan seperti disparitas regional, urbanisasi, kemiskinan, kesenjangan sosial dan persoalan sosial lainnya akan dapat lebih teratasi. Peranan infrastruktur transportasi dalam pemerataan pembangunan sangatlah penting. Jalan, jembatan, penerbangan perintis, pelabuhan dan transportasi laut berperan sangat strategis untuk memfasilitasi mobilisasi barang, modal dan manusia antar daerah-pulau di wilayah Indonesia. Bagaimana menggeser paradigma pembanguanan nasional yang menitikberatkan kawasan Barat menuju Tengah dan Timur Indonesia menjadi prioritas dalam pemerataan pembangunan ekonomi nasional.

Urgensi pemerataan pembangunan ke seluruh penjuru Nusantara sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ini telah semakin menguatkan sinyalnya. Bahkan di kawasan Barat Indonesia persoalan konektivitas masih berlangsung. Sebagai sebuah contoh aktual, antrean truk yang ingin menyeberang ke Pulau Sumatra mengular sudah hampir seminggu lamanya hingga sepanjang 2,5 kilometer di Tol Merak, Banten, menuju ke pintu gerbang pelabuhan. Berdasarkan informasi dari PT ASDP, antrean truk menuju Pelabuhan Merak tersebut disebabkan karena sedikitnya kapal pengangkut dan terbatasnya kapasitas pelabuhan untuk menampung antrean kendaraan angkutan.

Sementara itu, kemacetan sesungguhnya merupakan pemandangan rutin yang menghiasi seluruh jalan di Jakarta setiap pagi dan petang hari. Menurut sensus penduduk tahun 2010, Jakarta telah dihuni oleh 9.588.198 penduduk. Angka ini naik sangat drastis dari data tahun 2007 yang sebesar 7.552.444. Banyaknya pelaju dari Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, dan bahkan dari Cirebon yang bekerja di Jakarta menambah parahnya kemacetan di Ibu Kota. Kenyataan ini kian menguatkan betapa kuatnya gravitasi perekonomian Jakarta.

Secara sederhana, tingkat pembangunan di sebuah daerah berhubungan positif dengan akselerasi permintaan akan pembangunan lebih lanjut di daerah tersebut. Misalnya, gagasan pembangunan jalan Tol Tanjung Priok-Cikarang (Tanjung Karang) yang diprediksi bakal mampu mengurai kemacetan Jakarta hingga 30 persen. Sementara itu, jalur kereta api di Sumatra nyaris tak tersentuh peta transportasi nasional.

Akibatnya, daerah dengan tingkat pembangunan yang tinggi akan terus menuntut pembangunan lebih lanjut, sementara daerah yang tertinggal juga akan semakin tertinggal. Daerah-daerah satelit di sekeliling Jakarta selama ini tumbuh hanya sebagai wilayah domisili semata yang tidak diimbangi dengan pelebaran aktifitas perekonomian secara memadai. Pemusatan aktifitas perekonomian di Jakarta pun kian lama kian meningkatkan daya akumulasi sumberdaya perekonomian secara terkonsentrasi. Apabila konsentrasi sumberdaya ini semakin tinggi, maka biaya kesempatan untuk melakukan aktifitas perekonomian di luar Jakarta pun akan semakin meningkat.

Pada tataran nasional, potret Jakarta dan kota-kota satelitnya pun masih tercermin dengan jelas. Tak bisa dipungkiri bahwa kekuatan gravitasi ekonomi Jawa-Sumatra-Bali merupakan penyebab utama segala permasalahan tersebut. Hingga tahun 2005, BPS mencatat bahwa Pulau Jawa-Bali masih menyumbang 60.09 persen terhadap PDB Nasional. Adapun Sumatra 22,1 persen, Kalimantan 9,11 persen, Sulawesi 3,93 persen, Nusa Tenggara 1,42 persen, dan Papua 1,59 persen. Pada tahun 2010, kontribusi PDRB Jawa-Bali terhadap PDB nasional hanya turun dengan sangat tipis menjadi 59,38 persen, sementara peningkatan secara tipis juga tercatat pada Sulawesi menjadi 4,49 persen, Kalimantan 9,23 persen, Nusa Tenggara 1,44 persen, dan Papua 1,77 persen.

Namun demikian, data menunjukkan bahwa pos pendapatan daerah meningkat signifikan hanya di pos bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam (SDA). Perlu menjadi sebuah "early warning" dalam hal ini, yaitu apakah gravitasi ekonomi daerah ini menguat semata-mata karena intensifikasi eksploitasi SDA daerah ataukah karena kreatifitas yang mulai mewujud? Upaya menggenjot pendapatan melalui eksploitasi SDA, sebagaimana mewarnai perekonomian era Orde Baru, sudah tak layak lagi ditempuh. Sejumlah negara maju memberikan contoh yang baik bagaimana negara mereka dikembangkan melalui kebijakan industrialisasi yang bertahap dan terarah.

Sejalan dengan diskusi sebelumnya, kita perlu secara konsisten berupaya untuk membangun magnet-magnet perekonomian lain di daerah luar Jawa dan Sumatra. Magnet yang apabila dianalogikan dalam ilmu fisika selayaknya merupakan kumparan elektromagnetik yang digerakkan oleh pelaku-pelaku ekonomi daerah, dan bukan semata-mata mengandalkan kekayaan alam tanpah pengolahan. Dengan demikian, momentum peningkatan kontribusi PDRB luar Jawa-Sumatra-Bali terhadap PDB Nasional, setipis apapun itu, dapat dipandang sebagai secercah harapan bahwa potensi perekonomian daerah perlu dirorong untuk lebih berkembang. Hal ini juga dapat menjadi pencetus penguatan gaya gravitasi riil ekonomi daerah-daerah di luar Jawa-Sumatra-Bali.

Di samping pembangunan magnet-magnet perekonomian di daerah luar Jawa dan Sumatra, pembangunan konektivitas antar-wilayah domestik dalam menumbuhkan daya saing dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi merupakan langkah yang patut mendapat dukungan. Tujuan konektivitas domestik adalah mempercepat pertumbuhan perekonomian dan memperkecil disparitas antar-wilayah. Pembangunan magnet perekonomian di luar Jawa dan Sumatra dapat menjadi "pull factor" di daerah yang secara simultan bersinergi dengan konektivitas antar-wilayah sebagai katalis "push factor" dari Jawa-Bali.

Ketika berbicara masalah daya saing, selain infrastruktur, peningkatan kualitas tenaga kerja jelas berperan penting. Secara implisit namun tegas, hal ini merupakan amanat bagi kita semua bahwa perekonomian kita tidak boleh lagi menggantungkan diri pada kekayaan alam, serta harus dikelola berdasarkan daya kreatifitas dan penciptaan nilai tambah.

Pengembangan magnet perekonomian, konektivitas domestik, dan proses transformasi struktural dalam penciptaan nilai tambah harus didasarkan pada reorientasi kenyataan geografis Indonesia. Pembangunan jembatan Ampera di Sungai Musi sejatinya merupakan sebuah penanda betapa perekonomian Indonesia jauh-jauh hari telah diarahkan kepada perekonomian maritim. Dengan demikian, salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah agar upaya mewujudkan rencana-rencana di atas dilandaskan pada kesadaran bahwa Indonesia merupakan untaian kekayaan sumber daya alam dan ketahanan sumber daya manusia yang dihubungkan oleh lautan dangkal yang terkaya dan terluas di dunia. Oleh karena itu, mempercepat realisasi program konektivitas di dalam dan antar-pulau akan membuat kawasan Tengah dan Timur Indonesia akan lebih berkembang.


Sumber: google

iklim dan geografis

1. C. Iklim dan Geografis


Geografi Indonesia
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.

Peta garis kepulauan Indonesia, Deposit oleh Republik Indonesia pada daftar titik-titik koordinat geografis berdasarkan pasal 47, ayat 9, dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut [2][3]
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di wilayah Indonesia.

Keadaan alam
Sebagian ahli membagi Indonesia atas tiga wilayah geografis utama yakni:
• Kepulauan Sunda Besar meliputi pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi.
• Kepulauan Sunda Kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
• Kepulauan Maluku dan Irian
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna yakni:
• Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Asia.
• Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya terdapat pada daerah tersebut.
• Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal sebagai Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.

Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
• Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali.
• Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Iklim

Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun.
Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat Celsius di Pegunungan Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt. Carstenz, 5030 m).

Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.


Sumber : wikipedia

penduduk dan kemiskinan

1. B. Penduduk dan Kemiskinan

Populasi penduduk dunia saat ini telah mencapai 6,5 miliar jiwa. Jumlah tersebut akan terus bertambah mengingat setiap detik lahir 4,4 bayi. Menurut perkiraan, penduduk dunia pada tahun 2050 diperkirakan mencapai angka 9 miliar (Global Demographic Divide; Mary Kent, 2006).

Saat ini, hampir separuh penduduk dunia tinggal di perkotaan. Berdasarkan laporan Divisi Kependudukan Dewan Ekonomi dan Sosial (Ecosoc) PBB (2006), hingga tahun 2005, sekira49% atau 3,2 miliar penduduk dunia tinggal di wilayah perkotaan. Penduduk perkotaan rata-rata meningkat setiap tahunnya sebesar 3.54%. Pada tahun 1950, penduduk dunia yang tinggal di perkotaan hanya 29%, tahun 1970 (35,9%), 1990 (43%) dan pada tahun 2000 sekira 46,7%. Dengan asumsi rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, pada tahun 2030 jumlah penduduk perkotaan di dunia diperkirakan akan mencapai 4,9 miliar atau sekira 60% dari jumlah penduduk dunia.

Keadaan di Indonesia tidak jauh berbeda. Pada tahun 2005, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan telah mencapai 107 juta atau sebesar 48,1% dari seluruh penduduk Indonesia. Angka tersebut cukup fantastis, mengingat dalam waktu 55 tahun hampir separuh penduduk Indonesia menempati wilayah perkotaan. Padahal, pada tahun 1950 hanya seperdelapan atau sekira 12,4% penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan.

Pertumbuhan penduduk perkotaan biasanya akan diikuti pertumbuhan daerah padat kumuh. Berdasarkan laporan UN-Habitat (badan PBB untuk masalah kependudukan), penduduk di kawasan padat kumuh selama 15 tahun terakhir mengalami pertumbuhan cepat. Pada tahun 1990, penduduk kawasan padat kumuh di dunia sekira 715 juta jiwa. Pada tahun 2000 bertambah menjadi sekira 912 juta jiwa. Sampai dengan tahun 2005, terdapat hampir 1 miliar penduduk perkotaan di dunia yang tinggal di kawasan padat kumuh. Pada tahun 2020, UN-Habitat memperkirakan sekira 1,4 miliar penduduk di wilayah perkotaan di dunia, akan menempati kawasan padat kumuh.

Pemukiman padat dan kumuh juga ditemui di kota-kota di Indonesia. Pada tahun 2001, UN-Habitat memperkirakan proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di daerah padat kumuh sebesar 23%, yaitu sekira 21 juta jiwa dari keseluruhan penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan. Pada tahun 2005, sebagaimana dikutip Antara, sekira 21,25 juta penduduk atau 18% dari 120 juta jiwa di wilayah perkotaan, tinggal di kawasan padat kumuh.

Pada peringatan Hari Habitat Nasional 2006, Kementerian Negara Perumahan Rakyat memperkirakan sekira 10 kota di Indonesia memiliki beban kawasan pemukiman kumuh, yaitu Jakarta, Medan, Semarang, Bandung, Batam, Palembang, Makassar, Banjarmasin, Surabaya, dan Yogyakarta. Jakarta Pusat misalnya, 30% wilayahnya dinyatakan sebagai kawasan kumuh. Sementara, Kota Bandung, berdasarkan laporan Bank Dunia (2002), pada tahun 1999, 44% dari total kelurahan adalah area permukiman kumuh. Luasan kawasan padat kumuh dan jumlah penduduk yang tinggal di kawasan tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring kenaikan populasi di perkotaan.

Menjamurnya kawasan padat kumuh di wilayah perkotaan dinilai Bank Dunia dan UN-Habitat sebagai dampak dari ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola pemerintahannya. Laporan World Bank dan UN-Habitat menegaskan pertumbuhan kawasan padat kumuh di perkotaan dipicu oleh kebijakan yang salah, banyaknya korupsi, buruknya pemerintahan, tidak tepatnya regulasi, dan tidak adanya keinginan politik dari pemerintah.
Kecenderungan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan, perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Ada hal penting yang harus diperhatikan; Pertama, kecenderungan pertumbuhan penduduk di perkotaan dikhawatirkan menimbulkan the big bang of urban poverty, yaitu ledakan kemiskinan di wilayah perkotaan.

Kedua, kawasan kumuh-padat dan kemiskinan di perkotaan dikhawatirkan dapat menyuburkan kriminalitas. Temuan M. Davis dari hasil kajiannya di berbagai kota, terutama di Amerika Latin, yang dirangkum Planet of the Slum menjelaskan, daerah slum dan squater yang tidak diurus pemerintah, justru diorganisasi secara informal oleh organisasi ”bawah tanah”, mafia dan ”organisasi” kejahatan lainnya.

Di republik yang telah merdeka lebih dari setengah abad ini, dua problem utama belum bisa dibereskan: kemiskinan dan pengangguran. Jumlah rakyat miskin per Maret 2008 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen) atau turun dari angka pada Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen) (Data Susenas BPS Maret 2008). Data ini diperoleh sebelum pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 28,7 persen pada Mei 2008, yang diperkirakan menambah angka kemiskinan hingga 8,5 persen.

Dalam kriteria yang lebih ketat, penduduk miskin Indonesia menurut World Bank mencapai 108.7 juta orang (49%) (Data World Bank 2006). Perbedaan jumlah ini muncul dari perbedaan alat ukur dan cara menghitung. BPS menggunakan kriteria yang lebih longgar. Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang rata-rata penghasilannya di bawah standar pemenuhan kebutuhan dasar kalori minimal 2.100 kkal (kilo kalori) atau sekitar Rp 152.847 per kapita per bulan. Sementara World Bank menggunakan standar internasional: penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang.

Angka pengangguran juga belum bisa ditekan. Menurut BPS, jumlah pengangguran terbuka per Februari 2008 mencapai 9.4 juta (8.5 persen) dari 111,46 juta angkatan kerja (Data Sakernas BPS Februari 2008). Jumlah ini lebih dua kali lipat dari penduduk Singapura yang sekitar 4 juta. Memang, dibandingkan data survei Sakernas BPS pada Februari 2007, jumlah ini turun 1,1 juta orang dari jumlah pengangguran sebelumnya yang mencapai 10.55 juta (9.75 persen). Klaim penurunan ini dipertanyakan para ahli, sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bertumpu pada sektor padat karya (labour intensive) yang menyerap banyak tenaga kerja seperti pertanian dan perkebunan, tetapi memusat di sektor konsumsi, sektor nonperdagangan, dan sektor-sektor padat modal seperti telekomunikasi dan pasar modal. Klaim ini juga berasal dari definisi kerja dan pengangguran yang terlalu longgar dari BPS.

Menurut BPS, pengangguran adalah orang yang bekerja kurang dari 1 jam dalam 1 minggu. Mereka yang bekerja 1 jam atau lebih dalam 1 minggu tidak bisa digolongkan sebagai menganggur, meskipun hasil pekerjaannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Negara lain umumnya menggunakan ukuran minimal 15 jam seminggu untuk tidak dianggap sebagai menganggur. Tidak heran, menurut survei Sakernas, jumlah setengah pengangguran meningkat dari 27,9 juta pada 2004 menjadi 30,6 juta orang bulan Februari 2008. Dari klaim pertumbuhan sebesar 6,3 persen, tertinggi selama 10 tahun terakhir, penyerapan tenaga kerjanya relatif rendah. Struktur ketenagakerjaan menunjukkan sektor informal menyerap 69 persen angkatan kerja dan hanya 31 persen yang terserap di sektor formal. Dari 9,4 juta kategori pengangguran terbuka, 4,5 juta di antaranya berasal dari lulusan SMA, SMK, diploma, dan universitas. (Dari berbagai sumber)


Sumber : Akatiga (pusat analisis sosial)

masalah pokok pembangunan indonesia

1. A. Dualisme Kepemimpinan / Peraturan

Pemimpin adalah salah satu unsur dari sebuah sistem. Unsur lainnya adalah peraturan dan ketaatan. Peraturan dalam konteks sistem non-manusia adalah Standard Operating Procedure (SOP). Ruang lingkup sebuah sistem bisa bervariasi. Sistem metabolisme sebuah virus bisa jadi adalah sebuah sistem terkecil. Ataukah ada yang lebih kecil dari itu. Sistem galaksi bisa dikatakan yang terbesar. Mungkinkah ada yang lebih agung darinya. Sebuah sistem bisa jadi merupakan subsistem dari sistem lainnya. Di sisi lain, sebuah sistem bisa menjadi sebuah supersistem dari sebagian sistem lainnya.


Berbicara tentang sistem memang tidak akan pernah ada habisnya. Tentang pemimpin saja sebagai satu unsur dari sebuah sistem diperlukan kajian yang luas dan mendalam. Tapi hal ini tentunya tidak boleh menyurutkan semangat kita. Karena pada prinsipnya, jika tidak bisa mengambil semuanya, maka janganlah tinggalkan semuanya.

Kali ini, saya ingin mengungkapkan perasaan dan pemikiran tentang dualisme kepemimpinan. Idealnya, dalam sebuah sistem hanya ada seorang pemimpin. Karena pemimpin inilah yang bertanggung jawab memastikan jalannya sistem tetap pada koridornya. Dialah yang mengarahkan pengikut mengarah ke tujuan. Lantas, bagaimana jika dalam sebuah sistem terdapat dua pemimpin? Hal ini tidak bisa diterima. Karena dua pemimpin berarti dua pemikiran yang akan mengarahkan pengikut ke dua tujuan. Dan hal ini tidak boleh terjadi dalam sebuah sistem yang baik.

Apa jadinya jika Tuhan memiliki kuantitas lebih dari satu? Tentu sistem kehidupan akan bergejolak, mempertahankan arah masing-masing. Apa yang terjadi jika dalam sebuah rumah tangga, suami dan istri sama-sama merasa jadi pemimpin? Mau dibawa kemanakah bahtera rumah tangga? Lihat saja apa yang terjadi pada sebuah partai politik yang saat ini terpecah menjadi dua kubu, karena keduanya mempertahankan pemimpin masing-masing. Contoh yang lain, ah, terlalu banyak contoh kasus dualisme kepemimpinan. Beginilah jika setiap orang keukeuh mempertahankan kepemimpinannya ketika bukan saatnya menjadi pemimpin. Kita sepakat, bahwa setiap diri adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Minimal pemimpin bagi diri sendiri. Tapi dalam lingkup kehidupan sosial, kita harus pandai menempatkan posisi yang tepat pada waktu yang tepat. Kita tidak akan mungkin selamanya menjadi pemimpin. Ada saatnya kita menjadi yang dipimpin.

Kepemimpinan itu sebuah hierarki. Dia bertingkat. Seorang pemimpin pasti memiki pemimpin. Kondisi inilah yang saat ini sering tidak kita pahami. Di saat seharusnya menjadi pengikut, ego pribadi menuntut diri untuk menjadi pemimpin. Di saat harus memimpin, keyakinan diri mengkerut sehingga hilanglah kewibawaan. Ketika momentum itu tidak kita pahami, maka terjadilah fenomena dualisme kepemimpinan. Ah, kita memang harus lebih banyak belajar. Kapan saatnya menjadi pemimpin, bila waktunya menjadi yang dipimpin.



Sumber : wikipedia

Tuesday, March 22, 2011

Tugas 5_Kebijakan

Kebijakan Pembangunan

Tujuan pembangunan bukan hanya menginginkan adanya perubahan dalam arti peningkatan PDB tapi juga adanya perubahan struktura. Perubahann struktur ekonomi berkisar pada segi akumulasi (pengembangan sdp secara kuantitatif dan kualitatif), segi alokasi (pola penggunaan sdp), segi institusional (kelembagaan ekonomi dalam kehidupan masyarakat), segi distribusi (pola pembagian pendapatan nasional) (Soemitro Djojohadikusumo, 1993).


Tujuannya adalah:

1. Memberantas golongan miskin

2. Merestrukturisasi masyarakat

Kebijakan Moneter

A. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)

Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy

Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy

Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Kebijakan Fiskal dan Moneter Sektor Luar Negeri

Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.

Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan,negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.

Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.

Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.

Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).

Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).

Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.

Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.

Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations (OMOs).

Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.

Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.

Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:

• Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi

• Pola persebaran sumber daya

• Distribusi pendapatan


Arti dan Tujuan Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.

Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.

Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).


Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.


Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :

1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif

Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif

Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Sunday, March 20, 2011

Tugas 4_Perhitungan Pendapatan Nasional

PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL
Salah satu indicator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro adalah nilai output nasional yang dihasilkan sebuah perekonomian pada suatu periode tertentu.sebab, besarnya output nasional dapat menunjukan beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian.
Yang pertama, besarnya output nasional merupakan gambaran awal seberapa efisien sumber daya ysng ada dalam perekonomian digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.
Yang kedua, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu Negara.
Yang ketiga, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang masalah structural yang dihadapi suatu perekonomian.

1. Siklus Aliran Pendapatan (Circular Flow) dan Interaksi Antarpasar

a. Siklus Aliran Pendapatan (Circular Flow)
Siklus aliran pendapatan (circular flow) seperti ditunjukan oleh diagram 2.1 adalah sebuah model yang menggambarkan bagaimana interaksi para pelaku ekonomi menghasilkan pendapatn yang digunakan sebagai pengeluaran dalam upaya memaksimalkan nilai kegunaan masing-masing pelaku ekonomi.

Model circular flow membagi perekonopmian menjadi empat sector:
a) Sektor rumah Tangga (householde sector), yang terdiri atas sekumpulan individu yang dianggap homogen dan identik.
b) Sector perusahaan (Firms Sector), yang terdiri atas sekumpulan perusahaan yang memproduksi barang dan jasa.
c) Sektor pemerintah (Goberment Sector), yang memiliki kewenangan politik untuk mengatur kegiatan masyarakat dan perusahaan.
d) Sektor luar Negri (Foreign Sector ), yaitu sector perekonomian dunia, dimana perekonomian melakukan transaksi ekspor-impor.

b. Tiga Pasar Utama (Three Basic Markets)
Uraian di atas berdasarkan asumsi bahwa tingkat harga ditentukan lewat mekanisme pasar. Untuk analisis ekonomi makr, pasar-pasar yang begitu banyak di kelompokan menjadi tiga pasar utama(three basic markets):
1) Pasar Barang dan Jasa (Goods and Services Market)
2) Pasar Tenaga Kerja (Labour Market)
3) Pasar Uang dan Modal (Money and Capital Market)


2. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional

Ada tiga cara perhitungan pendapatan nasional yaitu metode output, metode pendapatan, dan metode pengeluaran. Masing-masing metode melihat pendapatan nasional dari sudut pandang yang berbeda, tetapi hasilnya saling melengkapi.

a. Metode Output atau Metode Produksi
Menurut metode ini, PDB adalah total output yang dihasikan oleh suatu perekonomian. Yang dimaksud niali tambah adalah selisih antara nilai output dengan nilai input antara :

NT = NO – NI Dimana : NT = nilai tambah
NO = nilai output
NI = nilai input antara

b. Metode Pendapatan
Metode pendapatan memandang, nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa atas faktor produksi yang di gunakan dalam proses produksi.

Q – f(L,K,U,E) Dimana : Q = output
L = tenaga kerja
K = barang modal
U = uang / financial
E = kewirausahaan

c. Metode Pengeluaran
Menurut metode pengeluaran, nilai PDB merupakan nilai total pengeluaran dalam perekonomian selain periode tertentu.
Nilai PDB berdasarkan metode pengeluaran adalah nilai total lima jenis pengeluaran tersebut:

PDB + C+G+I+(X-M) Dimana : C = konsumsi rumah tangga
G = pengeluaran pemerintah
I = PMTDE
X = ekspor
M = impor

3. Beberapa Pengertian Dasar Tentang Perhitungan Agregatif

Tujuan perhitungan output maupun pengeluaran dan ukuran-ukuran agregatif lainnya adalah untuk menganalisis dan menentukan kebijakan ekonomi guna memperbaiki/ meningkatkan kemakmuran/ kesejahteraan rakyat. Beberapa pengertian yang harus dipelajari berkaityan dengan hal tersebut adalah :

a) Produk Domestik Bruto, menghitung hasil produksi suatu perekonomian tanpa memperhatikan siapa pemilik faktor produksi tersebut.

b) Produk Nasional Bruto, nilai produksi yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik perekonomian .

c) Produk Nasional Neto, untuk memproduksi barang dan jasa dibutuhkan barang modal.

d) Pendapatan Nasional, merupakan balas jasa atas seluruh produksi yang digunakan.

e) Pendapatan Personal, bagian pendapatan nasional yang merupakan hak individudalam perekonomian sebagai balas jasa keikutsertaan mereka dalam proses produksi.

f) Pendapatan Personal Disposabel, pendapatn personal yang dapat dipakai oleh individu, baik untuk membiayai konsumsinya maupun untuk di tabung.

4. PDB Harga Berlaku dan Harga Konstan

Nilai PDB suatu periode tertentu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan.

PDB riil = PDB nominal/ deflator

Di mana : Deflator = (harga tahun t: harga tahun t-1)* 100%

5. Manfaat PDB dan Analisis Kemakmuran

a. Perhitungan PDB dan Analisis Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan gambar ringkas tentang tingakt kemakmuran suatu Negara, dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk.

b. Perhitungan PDB dan Masalah Kesejahteraan Sosial
Perhitungan PDB maupun PDB per kapita juga dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan sosial suatu masyarakat. Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi nonmaterial.

DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
Dalam distribusi pendapatan baik antarkelompok berpendapatan, antardaerah perkotaan dan daerah pedesaan, atau antarkawasan dan propinsi dan kemiskinan merupakan dua masalah yang masih mewarnai perekonomian Indonesia
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.
Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak. Tepatnya setelah pelita III, strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri yang padat karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program pemerintah yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.
Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.
Isi
Beberapa indikator distribusi pendapatan :
Sudah merupakan suatu fakta umum dibanyak negara berkembang, terutama Negara-negara proses pembangunan ekonomi yang sangat pesat seperti indonesi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan tingkat kesenjangan ekonomi atau kemiskinan yang tinggi pula.
Sebagai dasar dari kerangka pemikiran untuk menganalisis masalah trade-off antara pertumbuhan dan kemiskinan atau kesenjangan ekonomi adalaha salah satu metode statik yang umum digunakan untuk mengetimasi sejauh mana pencapaian tingkat kemerataan dalam distribusi pendapatan atau pengurangan kesenjangan ekonomi dalam suatu proses pembangunan ekonomi adalah mengukur nilai koefesien atau rasio gini.
Selai koefesien gini, pengukuran pemerataan pendapatan juga sering dilakukan berdasarkan kriteria bank dunia : penduduk dikelompokan menjadi tiga kelompok; yaitu penduduk dengan pendapatan rendah yang merupan 40% dari jumlah penduduk, penduduk dengan berpendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk, dan penduduk yang berpendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidak merataan pendapatan disuatu ekonomi diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Perubahan distribusi pendapatan
Perhitungan distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data survei sosial ekonomi nasional (susenas) pada tahun 1984, 1987, 1990, 1993. data pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikumpulakan oleh susenas digunakan sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk di Indonesia. Karena pengertian pengeluaran konsumsi tidak sama dengan pengertian kekayaan, perbedaan konsep ini menjadi kendala serius dalam mengukur secara akurat tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena bisa saja seseorang tidak punya pekerjaan (pendapatan), tetapi sangat kaya karena ada warisan keluarga. Banyak pengusaha muda dari tingkat pendapatanya tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kaya karena perusahaan tempat mereka bekerja adalah milik mereka (orang tuanya).
Penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga akan menghasilkandata pendapatan yang underestimate karena jumlah pendapatan bia lebih besar, sama, atau lebih kecil dari pada jumlah pengeluaran konsumsi. Misalnya pendapatan lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsi juga besar. Dalam hal ini, berarti ada tabungan. Dalam hal ini belum tentu juga bila pendapatan rendah tidak selalu jumlah konsumsi juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit untuk membiayai pengeluran konsumsi tertentu, misalnya untuk membeli rumah dan mobil untuk biaya sekolah anak, atau bahkan untuk liburan.
Keberhasilan pembangunan di Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan pendapatan penduduk secara agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih penting lagi) di lihat dari distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap semua anggota masyarakat. Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di Indonesia sudah lebih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar US$880. namun, apa artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang manikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10& dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami perbaikan yang berarti. Jadi dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil
Sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk ditanah air. Sejak itu aspek pemerataan dalam triologi pembangunan semakin ditekankan dan didefinisikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program pemerintahan hingga saat ini yang mecerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijakan yang mendukung pembangunan industri kecil dan rumah tangga serta koperasi, khususnya dipedesaan, inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera, program keluarga berencana (KB), program maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program transmigrasi, peningkatan upah minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam distibusi pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong rendah, baik didaerah pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh besarnyapersentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40% berpenghasilan rendah. Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar pendapatanya yang diterima justru mengalami penurunan. Penurunan pangsa pendapatan ini karena laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40% berpendapat rendah dan 40% berpendapat menengah lebih besar dari pada laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 20% berpendapat tinggi.
Tingkat pemerataan pendapatan di daerah pedesaan yang relatif lebih baik dari pada didaerah perkotaan juga terjadi hamper disemua propinsi di Indonesia. Semakin buruknya distribusi pendapatan di daerah perkotaan dibandingkan didaerah pedesaan terutama disebabkan oleh pola perekonmian dan jumlah serta kondisi sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi sangat berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Dikota, Jakarta misalnya persaingan dalam dunia usaha dan dalam mendapatkan pekerjaan semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin banyaki, diperkirakan sekita sepuluh juta orang, yang sebagian disebabkan oleh orang-orang yang terus datang ke Jakarta terutama yang berasal dari Jawa dan Sumatra. Sementara kemanapun ekonomi Jakarta untuk memberi pekerjaan bagi pencari kerja yang bertambah jumlahnya setiap tahun terbatas. Terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari desa ke kota. Mereka tidak bisa ditampung disektor formal akhirnya masuk ke sector informal yang pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi dengan tingkat produktivitas dan pendapatan rendah. Karena terlalu banyak orang yang mau bekerja disektor formal, sedangkan daya tamping sector tersebut terbatas maka semakin berat seleksi penerimaan pekerja. Pendidikan atau keterampilan khusus menjadi salah satu kriteria utama dalam seleksi tenaga kerja disektor formal. Jumlah penganggruan, terutama setengah pengangguran, semakin tinggi, dan kesenjangan antara kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan bekerja disektor formal dan kelompok masyarakat yang hanya bisa bekerja disektor informal atau yang tidak memiliki pekerjaan semakin besar.
Kemiskinan
Masalah kemiskinan merupakan dilema bagi Indonesia, terutama melihat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dari pada lajupertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak pelita I dimulai hingga saat ini (Repelita VI). Karena kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka tidak mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah air. Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya berbeda dan batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau gambaran mengenai kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif dapat diukur dengan kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan absolute lebih sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat kemiskinan antarpropinsi atau daerah.
Faktor penyebab kemiskinan, faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh sering dikatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat pendidikan hanya SD, misalnya sangat sulit mendapatkan pekerjaan terutama dalam sektor modern , (formal) dengan pendapatan yang baik. Berarti penyebab kemiskinan bukan hanya pendidikan yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah yang berbeda.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang dapat dipengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya dari pekerja yang bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun. Produktifitas menurun selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya. Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untukmemastikan apakah karena pajak naik atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena upah netonya menjadi rendah.
Kesimpulan
Tingkat kesenjangan ekonomi dan jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang dan dapat dikatakan bahwa perubahan ini merupakan salah satu hasil pembangunan ekonomi ditanah air selama ini. Namun masih banyak permasalahan dengan kemiskinan dan kesenjangan.
Hingga saat ini, penentu garis kemiskinan masih berdasarkan kebutuhan fisik dan pendidikan tinggi. Tanpa adanya pendidikan yang baik tidak akan bisa terjadi progres di dalam kehidupan.
Sumber
Buku “Perekonomian Indonesia” karangan Dr.Tulus T.H Tambunan, M.A



Dasar-Dasar Perhitungan Perkiraan Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.

Sejarah

Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.



Konsep

Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional :

• Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.

Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara

• Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.

• Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.

• Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.

• Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).

• Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.



Penghitungan

Jasa perbankan turut mempengaruhi besarnya pendapatan nasional
Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:

• Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan.

• Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi).

• Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X − M)



Manfaat

Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.

Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.



Faktor yang mempengaruhi

• Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.



Konsumsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional

Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.

• Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.

• Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional

Wednesday, March 16, 2011

Tugas 3_Peta Perekonomian Indonesia

PETA PEREKONOMIAN INDONESIA
Keadaan Geografis Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2.Posisi Indonesia terdiri atas letak astronomis dan letak geografis yang berbeda pengertian dan pandangannya.
1. Letak Astronomis
Letak astronomis suatu negara adalah posisi letak yang berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Letak astronomis Indonesia Terletak di antara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT
1. Letak geografis
Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian.
Keadaan geografis Indonesia dapat menjadi suatu kekuatan dan kesempatan bagi perkembangan perekonomian kita, dan sebaliknya dapat menjadi kelemahan dan ancaman bagi perekonomian kita.
Banyaknya pulau di Indonesia akan menjadi kekuatan dan kesempatan, jika pulau-pulau yang sebagian besar merupakan kepulauan yang subur dan kaya akan hasil-hasil bumi dan tambang, dapat diolah dangan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat banyak. Dengan kemampuan menggali dan memanfaatkan kekayaan alam yang ada Indonesia akan banyak memiliki pilihan produk yang dapat dikembangnya sebagai komoditi perdagangan, baik untuk pasar lokal maupun untuk pasar internasional. Dan dengan keindahan dan keanekaragaman budaya kepulauan tersebut dapat menjadi sumber penerimaan negara andalan melalui industri pariwisata.
Namun kenyataan itu juga dapat menjadi kelemahan dan ancaman bagi perekonomian Indonesia, jika sumber daya yang ada di setiap pulau hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat saja. Demikian pula juga jika masih banyak pihak luar yang secara ilegal mengambil kekayaan alam Indonesia di berbagai kepulauan, yang secara geografis memang sulit untuk dilakukan pengawasan seperti biasa. Dengan demikian dituntut koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengamankan kepulauan Indonesia tersebut dan pihak-pihak yang tidak berhak mendapatkannya. Di pihak lain, banyak dan luasnya pulau menuntut suatu bentuk perencanaan dan strategi pembangunan yang cocok dengan keadaan geografis Indonesia tersebut. Strategi berwawasan ruang yang diterapkan pemerintah tampaknya sudah cukup tepat untuk mengatasi masalah ini.
Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur. Iklim yang dimiliki ini menyebabkan Indonesia hanya mengenal dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dengan kondisi iklim yang demikian itu menyebabkan beberapa produk hasil bumi dan industri menjadi sangat spesifik sifatnya. Dengan demikian diperlukan usaha untuk memanfaatkan keunikan produk Indonesia tersebut untuk memenangkan persaingan di pasar lokal maupun dunia.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan tambang dan seperti telah sejarah buktikan, salah satu jenis tambang kita, yakni minyak bumi pernah menjadikan negara Indonesia memperoleh dana pembangunan yang sangat besar, sehingga pada saat itu target pertumbuhan ekonomi kita berani ditetapkan sebesar 7,5 % ( masa Repelita II ). Meskipun saat ini minyak bumi tidak lagi menjadi primadona dan andalan komoditi ekspor Indonesia, namun Indonesia masih banyak memiliki hasil tambang yang dapat menggantikan peran minyak bumi sebagai salah satu sumber devisa negara. Selain minyak bumi Indonesia juga memiliki hasil tambang lain seperti biji besi, timah, tembaga, batu bara, gas bumi dan lain-lain.
Wilayah Indonesia yang menempati posisi sangat strategis yaitu terletak diantara dua benua dan dua samudra dengan segala perkembangannya. Sejak sebelum kemerdekaan-pun Indonesia telah menjadi tempat singgah dan transaksi antar kedua benua dan benua-benua lainnya. Dengan letak yang sangat strategis tersebut kita harus dapat memanfaatkannya sehingga lalu lintas ekonomi yang terjadi membawa dampak positif bagi kebaikan perekonomian Indonesia. Hal yang perlu dilakukan tentunya mempersiapkan segala sesuatu, seperti sarana telekomunikasi, perdagangan, pelabuhan laut, udara, serta infrastruktur lainnya.
Mata Pencaharian
Dari keseluruhan wilayah yang dimiliki Indonesia, dapat ditarik beberapa
hal diantaranya bahwa :
• Pertama, mata pencaharian penduduk Indonesia sebagian besar masih berada di sektor pertanian ( agraris ), yang tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian seperti pertanian, perikanan, peternakan, dan sejenisnya.
• Kedua, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP ( Gross Domestic Product ) secara absolut masih dominan, namun jika dibanding dengan sektor-sektor di luar pertanian menampakkan adanya penurunan dalam presentase.
• Hal yang perlu diwaspadai dalam sektor pertanian ini adalah, bahwa komoditi yang dihasilkan dari sektor ini relatif tidak memiliki nilai tambah yang tinggi, sehingga tidak dapat bersaing dengan-dengan komoditi yang dihasilkan sektor lain ( industri misalnya ), sehingga sebagian masyarakat Indonesia yang memang bermata pencaharian di sektor pertanian (desa) semakin tertinggal dari rekannya yang bekerja dan memiliki akses di sektor industri ( kota ). Jika ini tidak segera ditindak lanjuti, maka akan menjadi benarlah teori ketergantungan, bahwa spread effect ( kekuatan menyebar ) akan selalu lebih kecil dari back-wash effect ( mengalirnya sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya ).

Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi diantaranya adalah :
• memperbaiki kehidupan penduduk/petani dengan pola pembinaan dan pembangunan sarana dan prasaranya bidang pertanian
• meningkatkan nilai tambah komoditi pertanian, jika dimungkinkan tidak hanya untuk pasar lokal saja
• mencoba mengembangkan kegiatan agribisnis
• menunjang kegiatan transmigrasi
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yaitu penduduk dalam konteks pembangunan ekonomi memiliki peran ganda. Peran ganda penduduk dalam konteks pembangunan ekonomi adalah sebagai produsen dan juga sebagai permintaan. Sejalan dengan peran ganda tersebut, penduduk dapat menjadi faktor pendorong dan juga penghambat pembangunan ekonomi.
Karakteristik sumber daya manusia atau kependudukan Indonesia sebagai negara yang masih berkembang ditandai oleh empat hal utama, yaitu
(a) laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi
(b) distribusi penduduk /penyebaran penduduk yang tidak merata
(c) struktur umur penduduk yang kurang menguntungkan (komposisi penduduk, angkatan kerja)
(d) kualitas penduduk yang relatif rendah (sistem pendidikan, kesehatan)
Keempat hal utama di atas merupakan masalah yang dihadapi oleh sumber daya manusia di Indonesia dan berpengaruh pada perekonomian Indonesia.

Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.

Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb :
§ Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara
§ Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba)
§ Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi
Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.

Jenis dan kategori LSM

Secara garis besar dari sekian banyak organisasi non pemerintah yang ada dapat di kategorikan sbb :
Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain.
Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan kegiatanya.
Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll.
Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Ornop ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah

Sebuah laporan PBB tahun 1995 mengenai pemerintahan global memperkirakan ada sekitar 29.000 ONP internasional. Jumlah di tingkat nasional jauh lebih tinggi: Amerika Serikat memiliki kira-kira 2 juta ONP, kebanyakan dibentuk dalam 30 tahun terakhir. Russia memiliki 65.000 ONP. Lusinan dibentuk per harinya. Di Kenya, sekitar 240 NGO dibentuk setiap tahunnya.

Dalam khasanah kepustakaan tentang LSM (Mahasin, 2000), di Indonesia muncul istilah tentang berbagai generasi LSM. LSM generasi awal lebih merupakan lembaga sukarela untuk memberi bantuan dan santunan sosial. Generasi kedua mulai memperkenalkan pengembangan usaha swadaya, lewat kelompok-kelompok kecil dari masyarakat rentan. Semboyan mereka adalah “memberi kail bukan sekedar ikan”. Generasi ketiga mulai berinteraksi dengan pembuat kebijaksanaan, dan berperan sebagai semacam konsultan untuk berbagai program yang memerlukan dukungan swadaya masyarakat. Generasi keempat menggerakkan keprihatinan publik dengan melakukan kampanye tentang lingkungan hidup, hak-hak konsumen atau hak-hak azasi manusia. Tentu saja yang terakhir kecuali generasi pertama, semua ini lebih merupakan titik berat kegiatan daripada spesialisasi yang eksklusif. Ada juga LSM yang melakukan kegiatan-kegiatan itu sekaligus. Dalam kenyataannya bahwa LSM memiliki pandangan dasar, metode kerja dan tujuan yang relatif sama. Berbagai forum dan jaringan yang banyak dibentuk sejak tahun 1980-an, baik di daerah, di tingkat nasional, maupun internasional menyebabkan munculnya suatu komunitas yang khas, yang bilamana perlu bisa bertindak bersama. Suatu hal menarik dalam komunitas itu adalah telah berkurangnya tarikan primordial masing-masing, hingga LSM dari berbagai aliran dan latar belakang bisa bertemu untuk kepentingan bersama. Masih ada unsur tengah mainstream yang bisa menjadi acuan bersama. Unsur mainstream tersebut adalah usaha menggerakkan partisipasi masyarakat dan pembelaan hak rakyat.

Dalam rangka inilah mereka mengembangkan jaringan, tak hanya antar LSM, tetapi juga dengan unsur-unsur yang tanggap dikalangan pemerintah, akademika, organisasi masyarakat dan para pembentuk pendapat umum. Jaringan itu longgar, tak resmi, di sana sini sering terkesan agak pribadi sifatnya, tetapi biasanya cukup efektif. Yang menjadi dasar ikatan adalah keprihatinan kepada rakyat kecil, keinginan akan partisipasi dan secara berangsur-angsur merambah jalan ke arah demokratisasi.

Untuk melihat peran sosial LSM, kiranya dapat dibedakan atas peran makro dan peran mikro.

1. Peranan Makro

Dalam rangka aktualisasi peran sosial LSM maka peranan makro yang dapat dimainkan adalah berusaha menjaga independensi dan mengembangkan kemandirian organisasi; dan cara-cara tersebut (lihat juga Ida, 2000) antara lain :

Pertama, mencoba menghidupkan atau mendirikan kembali lembaga-lembaga independen diberbagai level daerah untuk mengimbangi inkorporasi negara yang selama ini masuk kedalam hampir semua sektor kehidupan masyarakat, baik di pusat maupun daerah. Institusi independen yang dimaksudkan disini adalah mempersatukan kembali berbagai ide dari masyarakat yang pluralis kedalam suatu wadah yang relative terlepas dari kekuatan dan campur tangan pemerintah.

Kedua, melalui wadah independen yang sudah dibentuk dicoba dikembangkan mekanisme kerja yang mengarah pada fungsi kontrol terhadap aktivitas pemerintah, seperti yang berkaitan dengan proses penganggaran (budgeting process). Anggaran negara yang dikelola oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, pada hakekatnya adalah milik masyarakat yang seharusnya dilakukan secara transparan dan accountable. Selama era Orde Baru, yang dicirikan oleh pemerintahan sentralistik, hampir tidak ada kemungkinan bagi masyarakat untuk membentuk institusi yang dapat berfungsi mengontrol jalannya pemerintahan (lokal). Kondisi waktu itu juga memperlihatkan tidak adanya kesatuan dan kesamaan visi dikalangan LSM untuk secara bersama bangkit meminimalisasi intervensi negara yang berlebihan. Dalam era transisi otonomi daerah seperti sekarang ini, terutama dimasa mendatang, situasi tersebut hendaknya tidak terulang lagi. Karena itu kelompok LSM harus diberdayakan melalui pembentukan jaringan kelembagaan dan menciptakan jaringan kerja sama.

Ketiga, menyebarluaskan (dissemination) berbagai informasi yang masih menjadi masalah yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui berbagai cara (public education) agar masyarakat menjadi tahu dan secara suka rela mau terlibat atau berpartisipasi di dalamnya.

2. Peranan Mikro

Dalam rangka aktualisasi peran sosial LSM, peranan mikro yang dapat dilakukan antara lain memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat miskin dan lemah dalam mengembangkan kemampuan, memecahkan masalah dan mengelola sumberdaya disekitarnya menuju kemandirian ekonomi mereka. Cara-cara tersebut dapat melalui antara lain :

Kelompok ekonomi lemah terutama usaha rakyat, buruh dan sektor informal dalam kaitannya dengan globalisasi ekonomi dikhawatirkan tidak siap menghadapi hal ini. Mereka secara klasik memiliki persoalan yang terkait dengan soal keuangan, manajemen, teknologi dan kelemahan pasar. Untuk itu kelompok ini harus menjadi perhatian khusus LSM. Yang sering muncul bagi usaha kecil/pelaku ekonomi lemah adalah ungkapan bahwa menghadapi persaingan antar pengusaha/pelaku ekonomi dalam negeri saja sudah mengalami kesulitan, lebih-lebih bersaing dengan pengusaha/pelaku ekonomi luar negeri yang lebih besar.

Beberapa hal yang bisa diusahakan LSM, antara lain :
1. Mengembangkan daya saing. Para pelaku ekonomi rakyat dibantu agar mampu menghasilkan produk dan jasa dengan daya saing yang tinggi, sehingga harus berkualitas.

2. Membantu pelaku ekonomi rakyat melepaskan diri dari isolasi. Mereka harus masuk dalam jaringan pasar yang lebih luas dan untuk ini diperlukan kesiapan sumberdaya manusia yang mempunyai keberanian dan percaya diri.

Agar terwujud dua hal diatas, maka LSM perlu ikut mengupayakan adanya peningkatan sumberdaya manusia, serta perbaikan iklim usaha dan bekerja yangmampu menunjang kegiatan profesionalitas pelaku ekonomi rakyat tersebut.

Upaya peningkatan SDM tersebut dapat dibebankan pengembangannya kepada perusahaan besar dan pemerintah, dimana LSM menjadi jembatan antara mereka dengan pelaku ekonomi rakyat.

Ada baiknya bagi setiap perusahaan besar diwajibkan mengadakan pelatihan-pelatihan sebagai bagian dari kewajiban pengembangan dan peningkatan SDM suatu perusahaan bagi masyarakat di sekitarnya. Arah pelatihan terutama meliputi salah satu atau keseluruhan dari penguasaan teknologi, aset dan permodalan, peluang pasar, dan peningkatan kreativitas, prakarsa, keuletan berusaha, resiko usaha, dan manajemen usaha (Karsidi, 1999). Selain itu, sebagai fungsi layanan publik Pemda perlu memikirkan adanya layanan “pusat-pusat pelatihan” bagi warga yang tidak tertampung dalam suatu perusahaan, yang mudah diakses oleh pelaku ekonomi rakyat guna membantu mengembangkan usahanya. Pusat-pusat magang juga perlu diselenggarakan dan disupport agar mudah memberikan layanan pendidikan/latihan bagi yang memerlukan.

3. Untuk menjaga independensi LSM, maka LSM seharusnya juga mengembangkan kemandirian kelembagaan dengan merintis sumber-sumber pendapatan lembaga yang menjamin pada keberlanjutan (sustainability) kegiatan mereka. Pemaknaan “LSM sebagai lembaga non-profit” harus dimengerti bukan berarti tidak boleh melakukan usaha-usaha demi kelangsungan hidup lembaganya atau hanya melulu tergantung dari sumber lain.